.
Menurut informasi yang dihimpun, tanah hasil pemotongan bukit tersebut diduga dijual ke sebuah perusahaan di kawasan Tanjung Uncang untuk dijadikan bahan timbunan. Dugaan praktik jual beli tanah ini semakin memperkeruh situasi, mengingat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan justru dibiarkan begitu saja.
Warga juga menyoroti sikap diam dari dinas terkait maupun aparat penegak hukum, khususnya di wilayah hukum Polsek Nongsa, yang seolah menutup mata terhadap kegiatan yang berpotensi melanggar hukum ini.
Selain mencemari udara dengan debu tebal, aktivitas tersebut juga berdampak buruk pada kualitas lingkungan hidup di sekitar lokasi. Air hujan yang turun membawa lumpur ke jalan raya dan pemukiman warga, menimbulkan genangan dan licin yang membahayakan pengguna jalan.
> “Dulu bukit ini indah dipandang, banyak pohon dan angin sejuk. Sekarang semua hancur. Yang ada cuma debu, lumpur, dan suara alat berat siang malam,” keluh warga lainnya.
Pakar lingkungan menilai, kegiatan pemotongan bukit tanpa kajian AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dapat menimbulkan risiko besar seperti longsor, erosi, hingga hilangnya habitat flora dan fauna. Jika dibiarkan terus, kawasan Nongsa berpotensi menghadapi bencana ekologis di masa depan.
Masyarakat berharap pemerintah Kota Batam segera turun tangan melakukan peninjauan dan penertiban terhadap aktivitas yang merusak lingkungan tersebut sebelum menimbulkan dampak yang lebih luas dan merugikan warga.(TIM)
